Models of Achievement: Muslim Girls and Religious Authority in a Modernist Islamic Boarding School in Indonesia.

Item request has been placed! ×
Item request cannot be made. ×
loading   Processing Request
  • Additional Information
    • Alternate Title:
      Model-Model Prestasi: Perempuan Muslim dan Otoritas Agama di Madrasah Modernis di Indonesia. (Indonesian)
    • Subject Terms:
    • Abstract:
      Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah in Yogyakarta, Indonesia is a unique Islamic boarding school for girls; a cadre (kader) school, it aims to mould the future female leaders of Muhammadiyah – the second largest Muslim social welfare organisation in the country. Instruction includes both general and religious education while emphasising girls’ leadership training and religiousdakwah(religious outreach) to other Muslims on Islamic normativity. In recent years, however, the school and Muhammadiyah more generally have experienced an identity crisis: as their young, largely middle-class members increasingly set their sights on upward mobility and prestigious careers, students’ attention to the Islamic sciences has decreased. This article analyses how this decline in interest in religious training may pose problems for the future female leadership of Muhammadiyah. I argue that a closer examination of the pedagogical energies of teachers and administrators at Mu’allimaat illustrates their own understanding that the grounds for women’s authority – religious and otherwise – are determined not just by discourses and practices in the religious field, but also by developments in a broader array of social fields, such as education, employment, respectability and marriage. This article examines these trends and considers how Mu’allimaat and Muhammadiyah are grappling with issues of women’s religious training and authority. [ABSTRACT FROM PUBLISHER]
    • Abstract:
      Madrasah Mu'allimaat Muhammadiyah di Yogyakarta, Indonesia adalah sekolah Islam yang unik dan berprestasi. Sekolah ini dikenal sebagai sekolah kader, dalam arti bahwa sekolah ini membidik untuk menbentuk pemimpin masa depan untuk Muhammadiyah—organisasi masa Muslim terbesar kedua di negara. Kurikulum di madrasah ini meliputi pendidikan nasional dan agama (Islam) sekaligus menekankan pelatihan kepemimpinan dan dakwah yang memanggil Muslim ke Islam yang moderen, nasional, dan reformis. Akan tetapi, dalam beberapa tahun terakhir, Madrasah Mu'allimaat dan Muhammadiyah secara umum mengalami semacam pergeseran atau krisis identitas: di saat anggotanya (kebanyakannya dari kelas menengah) lebih sering cenderung mementingkan mobilitas sosial dan karir prestisius, kita bisa melihat kekurangan dalam ketertarikan terhadap ilmu dan profesi Islam. Makalah ini menyediakan analisa untuk perkembangan ini dan menguraikan bagaimana perkembangan ini menimbulkan tantangan untuk pemimpinan putri Muhammadiyah di masa depan. Studi ini menunjukkan bahwa usaha-usaha pedagogis para guru-guru dan administrasi di Mu'allimaat menggambarkan bahwa mereka memahami bahwa otoritas (di dalam dan di luar bidang agama) perempuan ditentukan oleh wacana dan praktik agamis dan juga oleh perkembangan sosial yang baru: antara lain, aspirasi perempuan terhadap pendidikan, pekerjaan, kehormatan, dan pernikahan. Artikel ini meneliti kecenderungan ini dan meninjau bagaimana Mu'allimaat dan Muhammadiyah menganggapi perubahan dalam pendidikan Islam dan otoritas perempuan ini. [ABSTRACT FROM AUTHOR]
    • Abstract:
      Copyright of Asian Studies Review is the property of Routledge and its content may not be copied or emailed to multiple sites or posted to a listserv without the copyright holder's express written permission. However, users may print, download, or email articles for individual use. This abstract may be abridged. No warranty is given about the accuracy of the copy. Users should refer to the original published version of the material for the full abstract. (Copyright applies to all Abstracts.)